Kamis, 11 Desember 2014

Mendamba Negara Pelindung Rakyat

SALAH satu masalah yang sangat serius di bidang penegakan hak asasi manusia di negeri ini dalam kurun lebih dari satu dasawarsa terakhir ialah absennya negara. Sebagai institusi yang memegang mandat konstitusi untuk melindungi segenap tumpah darah Indonesia, negara nyaris tidak hadir saat sebagian rakyatnya membutuhkan perlindungan. Ketika sikap intoleransi malah bermekaran bahkan berubah menjadi anarkisme, misalnya, negara diam seperti memaklumi.

Kaum minoritas yang jelas-jelas menjadi bagian sah anak bangsa ini seolah tak punya hak hidup dan kemerdekaan untuk menjalankan keyakinan mereka. Nasib serupa dialami oleh para pencari keadilan akibat hak mereka atau hak hidup anggota keluarga mereka 'dirampas' oleh negara. Alih-alih mendapatkan kejelasan, kian hari gambaran akan hadirnya keadilan itu kian buram. Berbagai upaya penuntasan kasus pelanggaran HAM berat seperti penghilangan dan pembunuhan aktivis, baik aktivis 1998 maupun aktivis HAM Munir, justru kian jauh dari terurai.

Begitu pula tragedi-tragedi HAM masa lalu, yang karena hampir tak ada kemauan negara untuk menyelesaikannya, membuat bangsa ini tersandera. Maraknya pertautan antara kekuasaan politik dan uang kian membuat upaya penegakan HAM yang dilontarkan pejabat publik jauh dari realitas. Penegakan HAM pun belum menjadi arus utama pembentukan karakter bangsa. Potret itu tergambar nyata dari survei indeks kinerja HAM yang dilakukan Setara Institute yang hasilnya menunjukkan bahwa penegakan HAM mandek dalam lima tahun terakhir.

Kendati demikian, ada angin segar, walau amat tipis, yakni adanya kenaikan indeks kinerja HAM pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Pemerintahan yang baru berjalan dua bulan itu telah menaikkan indeks kinerja HAM dari 2,25 menjadi 2,49. Kenaikan tersebut jelas belum signifikan karena angka 2,49 bukan angka yang baik dan kondusif bagi pemajuan HAM. Dengan skala 0-7, skor moderat mestinya di 4-5.

Namun, seberapa pun kenaikan angka indeks tersebut mestinya bisa dibaca sebagai momentum positif bagi pemerintahan Jokowi-JK untuk segera membereskan persoalan HAM di Republik ini. Dengan bermodalkan kepercayaan tinggi dari masyarakat dan rekam jejak bagus dalam menegakkan hak-hak rakyat, mestinya bukan perkara yang sulit bagi Jokowi-JK untuk membereskan masalah yang mahapenting itu.

Jokowi bisa memulainya dengan meyakinkan kepada publik bahwa di tangannya penegakan HAM bukan sekadar janji dan pemupuk citra. Cara paling tepat meyakinkan publik ialah memastikan bahwa 'tangan-tangan' negara telah bekerja dalam penegakan HAM tersebut. Pastikan bahwa siapa pun anak bangsa memperoleh perlindungan dan jaminan, baik jaminan keamanan, keadilan, kesetaraan, maupun kebebasan menjalankan keyakinan. Pastikan pula bahwa siapa pun yang mengganggu, menghalang-halangi, bahkan mengangkangi hak-hak warga yang dilindungi konstitusi tersebut mendapatkan hukuman setimpal.

Hari HAM Internasional yang jatuh pada 10 Desember hari ini mesti menjadi tonggak bagi negeri ini untuk memastikan bangsa ini memuliakan peradaban sebab tinggi rendahnya peradaban sebuah bangsa amat ditentukan dari telah sejauh manakah bangsa tersebut menghargai dan menjunjung tinggi harkat kemanusiaan. Rakyat mendambakan negara yang hadir, bukan negara yang terus mangkir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar